Australian Consulate-General
Makassar, Indonesia

Konferensi AIBC di Perth: Peningkatan Optimisme dalam Hubungan Bisnis

Baru-baru ini saya hadir Konferensi 2016 Dewan Bisnis Australia-Indonesia (AIBC) di Perth. Ini sebuah konferensi tahunan yang diadakan bergantian di Indonesia dan Australia. Konferensi tahun yang lalu diadakan oleh Dewan Bisnis Indonesia-Australia (IABC) di Yogyakarta. (Ayo, ada sebuah ide: gimana kalo mengadakan konferensi tahunan 2017 di Makassar?)

 

Konferensi tahun ini di Perth dikelola dengan baik, dan cukup banyak pesertanya juga. Yang hadir adalah pemimpin bisnis senior dari Australia dan Indonesia, dan juga wakil-wakil dari setor UKM, academia dan pemerintahan. Tema konferensi tahun ini adalah “Menghancurkan halangan dan mendirikan hubungan.

 

Bagi saya sebagian dari tema itu – yaitu “mendirikan hubungan” – melambangkan pekerjaan kami di Konsulat-Jendral Australia di Makassar. Kami sedang membangun hubungan yang akan tahan lama, dan yang akan membuka pintu bagi kita dari kedua sisi Lautan Arafura, untuk berbisnis, belajar, mengadakan riset dan pada umunya lebih saling berkenalan.

 

Menurut pengelola konferensi AIBC, lebih dari 270 orang hadir di Perth. Inilah jumlah paling besar yang menghadiri konferensi tahunan AIBC sejak lama. Pertumbuhan jumlah hadirin ini mencerminkan semangat optimisme mengenai prospek hubungan bisnis dua hala: kebanyakan narasumber membicarakan dinamika yang positif yang diakibatkan oleh bertambah baiknya hubungan pemimpin-pemimpin kita; kebijakan reformasi ekonomi yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo; peningkatan dana infrastruktur yang sedang dijalankan; dan potensi negosiasi IA-CEPA (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Erat antara Indonesia dan Australia) untuk menghilangkan halangan perdagangan dan investasi.

 

Menurut seorang anggota dewan IABC di Jakarta, Bapak Peter Fanning, inilah jumlah hadirin yang paling besar sejak konferensi tahun 1997 di Melbourne; saat itu 350 peserta menghadiri konferensi tahunan AIBC. Sembilan belas tahun yang lalu Indonesia merupakan negara tujuan investasi yang panas-panas diincar oleh penanam modal dari seluruh dunia; tetapi beberapa bulan setelah konferensi AIBC 1997 itu terjadilah KrisMon; kemudian kejatuhan Soeharto pada tahun 1998; maka jumlah peserta konferensi AIBC berikutnya menurun drastis.

 

Pidato pembukaan konferensi Perth ini diberikan oleh Menteri Keuangan Australia, yth Senator Mathias Cormann. Beliau membicarakan kekuatan ekonomi kita masing-masing, sambil mencatat bahwa ekonomi Indonesia sekarang mengambil peringkat ke-16 terbesar di dunia: pada tahun 2050 ekonomi Indonesia diprediksi akan mengambil peringkat ke-4 terbesar.

 

Beberapa pemimpin politik senior lainnya juga hadir konferensi ini. Mereka termasuk Menteri Kehakiman yth Michael Keenan MP; Bendahara dari Oposisi yth Chris Bowen; Menteri Pembangunan Daerah dari West Australia yth Bill Marmion; dan Menteri Oposisi West Australia untuk Perdagangan dan Hubungan Asia, yth Peter Tinley.

 

Begitu banyak peserta senior itu disambut dengan baik, karena mereka membantu meninggikan profil dan status konferensi itu. Mereka juga berfokus kepada potensi hubungan ekonomi antara kedua negeri kita.

 

Bagi saya salah satu masalah yang menarik dibahas juga: yaitu, kurangnya minat belajar bahasa Indonesia di Australia. Profesor David Hill, Direktur ACICIS Study Indonesia, menujukan pertanyaan mengenai masalah ini kepada beberapa narasumber. Sebagai seorang mantan guru Bahasa Indonesia di Australia, saya juga menyokong beliau: saya mengatakan bahwa Australia seharusnya lebih banyak menyediakan sumber daya (dana dan bahan) untuk meningkatkan jumlah orang yang belajar bahasa dan budaya negara tetangga kami yang paling dekat. Tetapi saya juga catat, bahwa sangat perlu peningkatan sumber daya untuk menyokong pelajaran bahasa Inggeris di Indonesia. Pemerintah-pemerintah kita harus membimbing masyarakat kita untuk belajar bahasa tetangga yang dekat.

 

Saya juga sempat menyumbang komentar pada sesi Menteri Cormann dan Menteri Keenan. Sambil memperkenalkan Konsulat-Jendral Australia di Makassar kepada semua peserta konferensi ini, saya menganjurkan supaya anggota IABC dan AIBC mengunjungi Indonesia bagian timur dan mampir di Konsulat-Jendral kami di Wisma Kalla, Makassar, untuk membicarakan kesempatan-kesempatan perdagangan, investasi dan pendidikan di propinsi-propinsi Indonesia bagian timur. Saya mencatat tingkat pertumbuhan yang pesat di daerah-daerah seperti Sulawesi Selatan (yang tumbuh di atas delapan persen per tahun pada kwartal kedua tahun 2016). Saya juga menggarisbawahi rencana pemerintah Presiden Joko Widodo untuk membangun infrastruktur besar di Indonesia bagian timur.

 

With Deputy Minister for International Tourism Prof I Gde Pitana, an old Canberra friend

Di antara pejabat senior pemerintah Indonesia yang hadir konferensi Perth ini ada seorang teman lama, yaitu Prof I Gde Pitana yang sekarang menjabat sebagai Wakil Menteri Pariwisata Internasional. Kami berkenalan pada tahun 2000-an ketika beliau belajar di ANU, Canberra. Hubungan seperti ini antara pejabat Australia dan Indonesia sangat perlu dikembangkan, karena hubungan semacam ini tahan lama dan menjamin supaya hubungan tetangga yang baik terus jalan.

 

Prof Gde menjadi penceramah khusus pada jamuan malam AIBC. Beliau menyebut hal-hal yang menarik: pariwisata membangun hubungan rakyat-ke-rakyat dan saling pengertian. Biarpun hubungan dua hala naik dan turun, tetapi pariwisata Australia dan Indonesia terus tumbuh.

 

Banyak ada pembicara penting di konferensi ini, baik yang baru belajar mengenai hubungan Australia-Indonesia, maupun yang sudah lama berkiprah dalam hubungan bilateral kita. Petua-petua yang bijak selalu bisa menghibur kita dengan ceritanya yang menarik.

 

Tetapi pebisnis yang muda juga banyak yang hadir, dan mereka menjadi sasaran Duta Besar Australia Pak Paul Grigson, ketika beliau menganjurakan supaya mereka yang muda lebih giat membangun hubungan bilateral kita. Dalam seminar diskusi bersama Duta Besar Indonesia Pak Najib, Pak Paul juga berkata bahwa penting supaya kita fokus kepada hal-hal yang kita anggap sama, dan prestasi-prestasi kita yang baik, dan juga betapa pentingnya hubungan daerah-daerah di luar kota-kota metropolitan untuk kedua negeri kita.

 


Ambassadors Najib and Grigson with CEO Coca-Cola Amatil Alison Watkins
 

Saya sangat setuju. Pemuda-pemudi kita harus menjalin hubungan yang erat, dan Propinsi-State harus lebih banyak berbisnis, untuk menimbulkan persefahaman yang lebih antara kedua rakyat kita dan membangun masa depan yang lebih gemilang.

 

Memelihara dinamika-dinamika ini adalah fokus utama bagi kami di Konsulat-Jendral Australia di Makassar.

                                                                                                                                                       ***