Australian Consulate-General
Makassar, Indonesia

Artinya “Sepuluh Bali Baru” Bagi Indonesia Timur dan Australia

Dalam perjalanan saya keliling provinsi-provinsi Indonesia timur saya sering ditanya oleh Gubernur-Gubernur, Bupati-Bupati atau pengusaha-pengusaha, “bagaimana Australia dapat membantu memajukan industri pariwisata kami?” Semua tingkat pemerintahan di Indonesia sedang mempromosikan pariwisata sebagai langkah penting untuk membawa kemajuan ekonomi dan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia timur, masyarakat yang terlalu lama diabaikan. Tentu saja keindahan Indonesia timur adalah aset negara yang maha penting - misalnya, baca saja blog saya tentang Kabupaten Bajawa, di Flores Timur.[1]

Menenun di desa adat Bena, Bajawa Flores

Saya kira Australia dapat banyak membantu. Australia mempunyai pengalaman industri pariwisata selama 150 tahun lebih, baik dalam mengembangkan lokasi terpencil yang peka lingkungan dan budaya, maupun lokasi pariwisata massal seperti di Gold Coast. Masuk akal kalau kami berbagi pengalaman ini dengan tetangga kami di Indonesia timur, untuk membantu mengembangkan tujuan wisata yang sudah pasti akan banyak dikunjungi oleh turis yang berasal dari Australia

Perusahaan pariwisata Australia juga punya pengalaman menanam modal dalam industri pariwisata Indonesia. Sejak tahun 1950-an orang Australia sudah banyak berinvestasi di Bali: dari losmen dan vila kecil hingga hotel berbintang lima; kafe-kafe yang keren hingga restoran-restoran yang paling terkenal; dan kegiatan pariwisata seperti rafting, treking dan tur naik sepeda, pariwisata kelautan dan proyek agro-wisata. Insititusi di Australia juga ahli dalam penyediaan pelatihan dan ketrampilan hospitaliti: di Nusantara, keperluan untuk mendapatkan karyawan hotel dan kepariwisataan yang terlatih dan profesional adalah sangat besar.

Beberapa pengusaha pariwisata Australia telah memberitahukan saya bahwa mereka sedang melirik kesempatan-kesempatan untuk ikut dalam pengembangan sektor pariwisata Indonesia timur, di luar Bali. Saya kira sebagai tetangga yang baik, orang Australia merupakan investor yang paling cocok dan paling peka terhadap keperluan setempat, kalau dibandingkan dengan investor dari negara-negara lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rumah adat di Tanah Toraja

Tetapi masih ada kendala yang besar. Misalnya, peraturan pemerintah pusat mengenai investasi di bidang pariwisata sering bertentangan dengan peraturan daerah; peraturan tentang SDM asing (pekerja, manajer dan ahli-ahli asing) di sektor pariwisata sangat tidak mudah, dan sering menghambat perkembangan proyek-proyek baru dan kegiatan pariwisata; peraturan yang berat tentang impor barang-barang yang perlu untuk bisnis pariwisata sangat menyusahkan dan mengurangi daya saing. Peraturan-peraturan seperti ini jauh lebih gampang misalnya, di Thailand dan Vietnam.  Saya harap supaya para pemimpin negosiasi Persetujuan Kemitraan Ekonomi Erat Indonesia-Australia (IA-CEPA)  yang sedang berjalan itu, akan setuju untuk membuat peraturan yang lebih memungkinkan bagi para investor dan pengusaha dari Australia di sektor pariwisata. Akan menguntungkan Indonesia kalau pengusaha Australia diberi akses yang lebih terbuka di bidang pariwisata.

                                                                                                                                  ***

Mungkin Anda sudah mendengar tentang “sepuluh Bali baru” yang digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai kebijakan untuk memajukan industri pariwisata Indonesia di luar Bali. Menurut Kementrian Pariwisata kesepuluh “Bali baru” adalah Danau Toba; Belitung di Bangka Belitung; Tanjung Lesung di Banten; Kepulauan Seribu; Candi Borobudur di Jawa Tengah; Gunung Bromo di Jawa Timur; Mandalika di Lombok, NTB; Labuhan Bajo dan Pulau Komodo di NTT; Taman Nasional di Wakatobi, Sulawesi Tenggara; dan Pulau Morotai di Maluku Utara.

Tiga dari destinasi ini adalah di Indonesia timur, dan beberapa juga sudah terkenal, yang lainnya belum begitu ternama. Misalnya, Pulau Morotai terletak jauh di bagian timur laut provinsi Maluku Utara, dan belum banyak mempunyai infrastruktur, tetapi punya terumbu karangnya yang indah dan potensi pariwisata kelautan. Pulau ini juga terkenal sebagai pangkalan depan Tentara Sekutu pada akhir Perang Dunia ke-II: melalui pulau ini ribuan prajurit muda Australia masuk ke Indonesia timur pada tahun 1945 untuk membebaskan Nusantara dari angkatan perang Jepang dan membawa perdamaian kembali.

Menteri Pariwisata, Bp Arief Yahya, sudah mengajak penanaman modal asing di kesepuluh destinasi ini. Beliau mengatakan bahwa pemerintah akan membangun infrastruktur dasar, termasuk lapangan terbang internasional, sedangkan sektor swasta diharapkan membangun hotel-hotel, kegiatan wisatawan dan fasilitas-fasilitas lainnya.[2]

Sudah banyak destinasi lainnya di Indonesia timur yang terkenal di kalangan backpacker dan wisatawan independen, seperti kepulauan Raja Ampat, Tanah Toraja, Bunaken dan Manado. Susah untuk mencapai beberapa destinasi ini, tetapi sejak mulainya penerbangan langsung dari Tiongkok ke Manado di pertengahan tahun 2016, jumlah wisatawan Cina di Manado sudah melejit. Provinsi Maluku juga mempunyai banyak destinasi yang indah permai, yang arus wisatawan dapat menanjak lagi jikalau ada tambahan investasi di pembangunan hotel, transportasi yang lebih memudahkan, fasilitas wisatawan yang lebih berkualitas dan pelatihan karyawan di bidang perhotelan dan perjalanan, sehingga tamu-tamu dari luar akan mendapat pengalaman yang lebih asyik. Ambon, Ternate, Tidore dan Banda Naira misalnya, semuanya ada ciri-ciri khas yang dapat menciptakan pengalaman yang luar biasa bagi tamu-tamu wisman dan wisnus.

Benteng di Pulau Ternate

Tetapi di destinasi-destinasi ini masyarakat setempat ingin apa? Saya yakin mereka tidak mau dijadikan sebuah “Bali baru”, karena masing-masing destinasi memiliki budaya, tradisi, dan sejarah sendiri, dan tentu saja setiap destinasi ada keindahan alam dan sifat lingkungan alam yang berbeda. Masing-masing destinasi memerlukan rancangan pembangunan dan manajemen sendiri. Ada risiko di setiap tempat yang indah permai nan peka ini, bahwa tanpa konsultasi publik yang memadai, pembangunan pariwisata akan berjalan pesat tanpa mengindahkan keperluan masyarakat lokal, tanpa memikirkan kepekaan lingkungan alam setempat. Di daerah-daerah terpencil ini ada tantangan-tantangan penting: misalnya, persediaan air dan makanan yang cukup, penanganan sampah dan air limbah yang berkelanjutan dan cocok, persediaan tenaga listrik yang berkelanjutan dan tidak terlampau mahal, pencarian tenaga kerja yang terampil dan terlatih dari masyarakat sekitarnya.

Peraturan daerah yang kuat, dan sistem pelaksanaannya harus dikembangkan untuk melestarikan obyek wisata. Misalnya, pengunjung harus dididik untuk menghormati kebudayaan dan adat lokal, dan jangan sembarangan membuang sampah – “ambil selfie, ambil sampah”![3]

Untuk menyumbang kepada perkembangan pariwisata di Indonesia timur yang lebih baik Australia mengadakan kursus singkat Australia Awards tentang Pariwisata Berkelanjutan untuk Pembangunan Daerah, khusus untuk pelaku industri pariwisata profesional di Indonesia bagian timur. Kursus ini terbuka untuk lamaran kompetitif sehingga tanggal 31 Juli yang akan datang. Kami mencari pelamar yang terbaik kualitasnya dari Indonesia timur: orang yang akan kembali kepada provinsi asalnya untuk memberikan sumbangan kuat kepada program pariwisata yang baik dan berkelanjutan. Orang-orang ini akan juga mengembangkan jaringan pelaku pariwisata profesional di seantero Indonesia timur maupun dengan mitra-mitra dari Australia; dan mereka akan terus mengikuti praktek-praktek terbaik di industri pariwisata.[4]

Sebuah lokakarya selama tiga hari akan diadakan di Politeknik Pariwisata Makassar pada bulan September. Kemudian pada bulan Oktober, para peserta akan terbang ke Queensland selama dua minggu dalam rangka mengunjungi lokasi-lokasi pariwisata andalan, mengikuti seminar dan lokakarya dengan para ahli dan pelaku industri pariwisata Australia. Mereka akan belajar tentang bagaimana Australia membangun industri pariwisata yang berkelanjutan.

Sebuah lokakarya penutup akan diadakan di Indonesia pada bulan Januari tahun 2018.

Sebagian dari Benteng Bau-bau, Sultra

                                                                                                                                                      ***

Baru-baru ini Tjok Putri dan saya berlibur lagi di Bali. Selama beberapa hari seluruh pulau heboh dan terengah karena keluarga mantan Presiden Obama sedang berlibur juga di Bali. Teman-teman Facebook mengikuti jejak Obama titik-demi-titik: Obama menginap di Four Seasons hotel di Sayan; mereka ikut rafting di Sungai Ayung; mereka terlihat girang makan babi guling di salah satu tempat makan yang terkenal di Ubud. Iparku yang suka bercanda itu bilang bahwa Obama dan keluarganya akan mengunjungi hotelnya. (Mengapa? Untuk melihat sapi kami yang cantik sekali!) Ada orang yang mengatakan kemacetan terjadi karena kunjungan Obama. Pasti ada turis juga yang merubah jadwal mereka supaya kebetulan ketemu Obama dan keluarganya di tempat-tempat terkenal.

Mantan pemimpin dunia, dan selebriti-selebriti lainnya, sering berkunjung ke Bali, karena orang Bali sudah berkecimpung di sektor pariwisata hampir sama panjangnya dengan orang Australia. Seratus tahun yang lalu perusahaan perkapalan KPM mengiklankan liburan mewah ke Bali dalam kapal pesiarnya. Bali, tentu saja, sudah menjadi destinasi pariwisata yang paling unggul di dunia ini.

Tetapi bila akan seorang mantan pemimpin dunia membawa keluarganya berlibur di tempat-tempat tersohor lainnya di Indonesia timur? Mari kita kerja sama supaya hal ini akan terjadi!

                                                                                                                                                    ***

 

 

[3] Lihat blog saya tentang sampah dan keperluan lainnya untuk wisatawan asing: http://makassar.consulate.gov.au/mksr/Blog_11.html