Australian Consulate-General
Makassar, Indonesia

Sejarah itu Penting: Industri Teripang Antara Makassar dan Australia Utara

Di halaman depan surat kabar Tribun Timur saya membaca kepala berita, “Diplomasi Teripang Indonesia-Australia”, yang mengepalai sebuah aritkel panjang mengenai acara kami pada hari sebelumnya: peluncuran terjemahan buku Profesor Campbell Macknight yang berjudul The Voyage to Marege’. Karya akademis yang klasik ini mulanya diterbitkan oleh Melbourne University Press pada tahun 1976. Buku ini menyumbang kepada peningkatan pemahaman tentang besarnya, sifatnya dan sejarah industri teripang, yang terjadi antara Makassar dan Australia Utara dari pertengahan abad ke-18 sampai awal abad ke-20.

 

 

Diplomasi teripang? Mungkin istilah ini sedikit simpel, tetapi kita sudah pakai isitilah lain seperti diplomasi olah raga, diplomasi fesyen, diplomasi filem dll.

 

Tetapi dalam asal-usul industri teripang tidak ada diplomasi. Yang ada, adalah hubungan rakyat-ke-rakyat. Mulai antara tahun 1750 – 80 menurut Prof Campbell, setiap tahun sampai 1,000 orang pelaut mengikuti pelyaran yang panjang dan bahaya menuju Marege’, nama bahasa Makassar untuk Australia Utara. Sekitar Arnhem Land khususnya dalam laut-laut dangkal, mereka menemukan teripang yang berlimpah-limpah dan bermutu tinggi, yang mana mereka panen antara bulan Desember hingga Maret selama musim angin barat. Setelah beberapa bulan mengumpulkan binatang holothuria ini, memasak dan mengeringkannya supaya dagingnya dapat diawetkan, pelaut-pelaut ini kembali ke Makassar dan menujal hasil panennya kepada pedagang dari Tiongkok dengan harga yang sangat memuaskan. Pedagang Tionkgok itu kemudian berlayar ke Hong Kong, Xiamen dan pelabuhan lainnya untuk menjual teripang itu kepada restoran-restoran dan tukang masak di dinasti Qing masa itu.

 

Di Australia Utara pelaut-pelaut dari Makassar berkenalan baik dengan orang setempat, yaitu orang Aborijini. Kita tahu mengenai hubungan ini oleh karena besar pengaruhnya bahasa Makassar dalam bahasa lokal, seperti bahasa suku Yolngu: banyak kata-kata Makassar masih dipakai dalam bahasa Aborijini. Dan orang Aborijini dan orang Makassar masih mempertahankan cerita-cerita dan hasil kesenian dari puncak kejayaan tahun-tahun industri teripang itu.

 

Kami mengadakan peluncuran buku Prof Macknight di gereja lama dalam Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang). Langit-langitnya tinggi, jendelanya pakai daun penutup kayu, dan walupun tidak ada AC tetapi suasana di situ cukup nyaman. Selama beberapa abad dari benteng ini pedagang-pedagang Tiongkok, Makassar,  Belanda, Bugis dan lain-lain membawa hasil produksi Nusantara Timur ke seluruh pelosok dunia. Fort Rotterdam dulu ada di pinggir laut, dan kapal-kapal dapat berlabuh di situ. Sekarang tanah hasil reklamasi di depan benteng ini dibangun dengan jalan raya, pasar malam, dermaga kecil dan sebuah hotel.

 

 

Pada acara kami, penerbit Ininnawa yang dari Makaassar, menjual beberapa buku Prof Campbell itu. Salah seorang penterjemahnya dari Ininnawa, Anwar Jimpe Rachman, juga berbicara mengenai pekerjaan menterjemahkan buku akademis ini, tantangannya dan susah-payahnya. Saya dahulu pernah menjadi soerang penterjemah juga, maka saya sangat mengerti kesusahan seorang penterjemah. Khusunya susahnya menterjemahkan istilah-istilah teknis yang bersangkut sejarah industri teripang (bukan perdagangan, menurut Prof) yang berakhir lebih dari 100 tahun silam.

 

Dan berakhirnya industri itu terlibat dalam hal diplomasi. Industri teripang itu berakhir secara berangsur-angsur, pada waktu jajahan Australia[1] mulai menuntut kedaulatan atas perbatasannya, dan pada saat yang sama pemerintah Hindia Belanda mulai mengakui undang-undang dan peraturan perdagangan internasional. Mulai dari tahun 1870-an pemerintah South Austrlaia, yang saat itu berkuasa atas Wilayah Australia Utara (NT) mulai mempertimbangkan keharusan perijinan bagi para pelaut yang datang dari Makassar mencari teripang di perairan Australia Utara. Pada tahun 1882 untuk pertama kali, kapal-kapal dari Makassar diharuskan membayar bea cukai atas barang-barang yang mereka bawa masuk seperti beras, tembakau dan arak.

 

Setahun kemudian, Konsul Belanda yang bertugas di Adelaide mengeluh kepada pemerintah South Australia bahwa tidak cocok mengenakan bea cukai atas barang-barang yang dibawa masuk oleh pelaut-pelaut dari Makassar untuk konsumsi mereka sendiri selama dalam pelayaran. Menurut Konsul Belanda itu, para pencari teripang merasa tidak adilnya peraturan baru ini, karena mereka sudah lama menjalankan industri teripang ini jauh sebelum keberadaan pemerintah South Australia. Mungkin ini termasuk perutusan diplomatik yang paling awal dalam sejarah diplomatik Australia: permohonan dari seorang pegawai pemerintah Belanda atas nama pelaut-pelaut Makassar. Tetapi, tidak mengherankan bahwa pemerintah South Australia tidak menghiraukan permohonan itu, sehingga pada tahun 1906 beban dari biaya bea cukai, ongkos ijin pelayaran dan susahnya mendapat ijin tersebut terlalu tinggi bagi pelaut dari Makassar. Maka orang Makassar berhenti datang ke Australia utara untuk mencari teripang.

 

Sehari setelah peluncuran buku Prof Macknight, beliau memberikan cermah di Universitas Hasanuddin kepada sekitar 100 mahasiswa, dosen, sejarahwan, penulis,  dan alumni Australia. Cermahnya berjudul “Seribu Tahun Datang dan Pergi: Teripang, Lontara dan Kermika”. Cermah ini termasuk dalam seri Ceramah Tamu KonJen, jadi saya memperkenalkan beliau. Saya merujuk kepada pentingnya mengetahui sejarah, khusunya cerita-cerita mengenai asal-usul kita, dan fakta-fakta tentang mereka yang mendahului kita. Seperti dikutip oleh negarawan Inggeris, Winston Churchill dan beberapa pemimpin dunia lainnya, “mereka yang tidak mampu belajar dari sejarah, ditakdirkan mengulanginya”. Mengetahui kebenaran tentang masa lampau makin penting, khusunya dalam dunia kita yang makin terserang oleh “fakta alternatif”, atau “berita palsu”.

 

 

 

Ceramah Pak Prof ini mencerahkan banyak hal mengenai hubungan Sulawesi dan Australia. Walaupun kebanyakan orang Australia belum tahu banyak mengenai Indonesia bagian timur, tetapi ternyata bahwa selama lebih dari 100 tahun ada beberapa orang Australia yang berdiri di barisan depan dalam usaha meneliti sejarah dan prasejarah Sulawesi, dan mereka selalu bekerjasama dengan kawan-kawan Indonesia. Orang Australia juga merintis perdagangan moderen di Indonesia timur; dan prajurit-prajurit Australia yang main peranan penting pada akhir Perang Dunia ke-II dalam usaha membawa perdamaian kembali kepada daerah ini.

 

Prof Macknight juga manyajikan bukti bahwa dari paling sedikit tahun 1000 AD di Sulawesi Selatan, ada suatu kebudayaan yang kaya sejarah yang terus-menerus memperluas permukimannya. Beliau juga merujuk kepada penemuan arkeologi yang baru, yang membuktikan bahwa manusia moderen sudah ada di Sulawesi Selatan lebih dari 50,000 tahun silam. Di gua Leang-Leang di Maros, arkeolog dari Australia dan Indonesia menemukan bukti tentang kesenian yang paling tua di dunia (coba lihat artikel ini di Nature: http://www.nature.com/nature/journal/v514/n7521/abs/nature13422.html).  Pak Budianto Hakim, salah seorang penemu gambar tua ini, juga menhadiri ceramah Prof Campbell.

 

Prof Campbell juga berkata, penting supaya orang Indonesia membaca dan menulis tentang sejarahnya sendiri, dan penting supaya membaca dan menulis lebih banyak tentang Indonesia timur. Kebanyakan buku sejarah tentang Indonesia berfokus kepada Jawa, Sumatra dan Bali. Dan penelitian sejarah dewasa ini dapat menggunakan cara-cara dari disiplin lain seperti arkeologi, antropologi, filologi dan sosiologi, bahkan sistim informatika ilmu bumi dan sistim-sistim ilmiawi lainnya. Cara multi-disiplin ini membantu membuka rahasia dan kebenaran tentang sejarah setempat.

 

Setelah ceramah Prof Campbell ada banyak pertanyaan yang menarik dari pendengarnya. Semangat ini dari para pendengar menunjukkan bahwa ada minat yang dalam untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah dan prasejarah Sulawesi yang luar biasa ini. Sekarang gilirannya para sejarahwan muda dari Indonesia untuk meneruskannnya, dan lebih dalam menggali masa lampau. Kalau Anda menguasai masa lampau, Anda akan menguasai masa depanmu!

 

                                                                                                                                                              ***

 

[1] Australia baru mencapai kemerdekaannya pada tanggal 1 Januari tahun 1901. Sebelum itu Australia terdiri atas enam jajahan Inggeris yang masing-masing mempunyai pemerintahnya sendiri.