Sejak kami membuka kantor Konsulat-Jendral Australia di Makassar kurang lebih lima bulan yang lalu, saya sangat beruntung karena sempat mengunjungi beberapa tempat di Indonesia bagian timur yang sangat indah dan sangat memukau, di Sulawesi Selatan maupun di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara.
Sunset di Manado
Di Sulsel saya dan istri saya Tjok Putri, sudah dua kali menginap di Kabupaten Bulukumba. Sekali di pantai Bira dan sekali di pantai Bara yang dekat Bira. Perjalanan ke Bulukumba cukup menarik juga, karena jalannya melalui beberapa kabupaten lainnya seperti Takalar, Jeneponto dan Bantaeng.
Memang pemandangan sepanjang jalan di SulSel bagian selatan ini memberikan gambaran dunia agraris yang tenang dan subur. Ada sawah padi dari pantai sampai ke kaki Gunung Lompobatang; di sana-sini terdapat ladang jagung; kadang-kadang kelihatan tanaman buah yang heboh saat ini, buah naga; dan sepanjang pesisir ada tambak ikan, pertanian rumput laut; dan di pantai kelihatan beberapa jenis perahu nelayan. Di Bulukumba kami sempat mengunjungi desa Bonto Bahari, tempat pembuatan perahu pinisi yang tradisional dan sangat cantik itu, yang biasa memiliki tujuh helai layar. Karena mampu mengarungi tujuh Samudera besar di dunia kita.
Di Bira kami tidur nyenyak dengan suara ombak-ombak meninabobokan. Tetapi pada suatu malam di Bara, saat mau tidur, kami dibangunkan oleh letusan-letusan besar pas di atas penginapan kami. Ada apa sih? Kami sangat terganggu, dan agak bingung.
Tahu-tahu ada pesta kembang api di penginapan di samping kami. Tidak banyak orang yang menonton pertunjukkan bising dan spektakuler itu; siapa yang mengadakan hiburan kembang api itu, saya tidak tahu. Tetapi besok paginya, saya berjalan sepanjang pantai Barra. Kelihatan bekas-bekas kembang api itu: sampah berserakan di mana-mana di pantai pasir putih yang semulanya sangat indah itu.
OK, anak-anak muda suka berpestaria. Kami orang, yang masuk usia setengah baya (jangan bilang saya sudah tua!), suka mencari tempat yang tenang. Ya, begitulah.
Tetapi kenapa meinggalkan sampahnya dengan begitu saja sepanjang pantai? Di sebuah obyek wisata yang seharusnya dijaga dengan sebaik-baiknya?
Kami juga sempat mengunjungi tempat-tempat lain yang luar biasa. Air terjun Bantimurung dan goa-goa gunung karst, tempat mana berkembang banyak kupu-kupu cantik, di Maros. Kota Baubau di Buton, yang punya Benteng tertua dan terbesar di kawasan ini, sebuah benteng yang masih utuh dan dijaga dengan baik, pusat kerajaan Buton jaman dahulu. Boulevard Kota Manado yang indah dan terkenal karena pemandangan pulau-pulau seperti Manado Tua dan Bunaken; juga termasyur atas pemandangan matahari terbenam, seperti Pantai Losari di Makassar. Kota Tomohon yang indah dan sejuk, terkenal akan Pesta Bunga Internasionalnya, dan makanannya yang khas. Belum saya sebutkan Tanah Toraja, pulau-pulau Bonarate, Wakatobe, mutiara-mutiara dalam kekayaan pariwisata Indonesia.
Air Terjun Bantimurung di Maros (dekat Makassar)
Semua tempat ini sangat layak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.
Di semua tempat ini juga, masyarakat dan pemimpinnya bercerita kepada saya tentang ambisinya untuk mengembangkan obyek-obyek wisata ini sebagai tujuan wisata kelas dunia yang akan banyak mendatangkan wisatawan dari seluruh pelosok dunia. Ambisi yang mulia, dan sangat mungkin.
Tetapi saya melihat banyak hambatannya. Pertama, perlu dikembangkan infrastruktur fisik dan non-fisik yang layak supaya wisatawan akan merasa aman dan nyaman. Masyarakat setempat perlu ketrampilan dan kemampuan: sangat perlu karyawan yang mampu menerima tamu-tamu dari luar negeri, supaya terjadi interaksi antar-budaya yang ramah dan saling menguntungkan.
Kedua, perlu adanya fasilitas kedokteran, dan persiapan kesehatan dari pemerintah-pemerintah daerah dan pemilik-pemilik hotel, supaya pendatang-pendatang dari luar negeri dapat dijaga dengan baik: wisatawan perlu tempat yang sehat.
Ketiga, kebersihan dan keindahan obyek-obyek wisata perlu dijaga dengan ketat. Wisatawan enggan datang ke tempat yang kurang bersih.
Maka, jelas bahwa sangat penting supaya tempat tujuan wisata adalah aman, bersih dan sehat.
Sering saya ditanya oleh para pengusaha, atau pejabat tentang bagaimana caranya mengembangkan industri pariwisata. Jawaban saya selalu sama: belajar dari Bali dong! Selama seratus tahun lebih Pulai Dewata yang terkenal itu sudah berpengalaman menerima tamu-tamu dari luar negeri. Bali targetkan 4.2 juta wisman pada tahun ini, dan lebih dari seperempat dari pengunjung itu akan berasal dari Australia.
Baru-baru ini saya diwawancarai oleh beberapa wartawan dari surat kabar Tribun Timur, termasuk wartawan senior Pak Thamzil Thahir. Pak Thamzil bercerita mengenai “Negeri di Atas Awan” di Lolai, Tanah Toraja, yang sekarang ramai dikunjungi. Tempatnya indah sekali, dan makin dikenal sebagai tempat “selfie spot”. Baru-baru ini Ibu Presiden Joko Widodo pun mengunjungi puncak Lolai.
Kata Pak Thamzil, banyak “obyek wisata” sekarang dirubah konsepnya, menjadi “tempat mengambil selfie”. Ada konsep interaksi dengan lingkungan, dan saya mengerti konsep itu, sebuah konsep yang sangat berarti kepada generasi muda sekarang yang biasa menggunakan sosmed setiap saat.
Tetapi alangkah baiknya juga, kalau setiap kali “mengambil selfie”, kita juga “mengambil sampah kita” dan membawa keluar sampah kita dari tempat-tempat yang indah itu.
Biar “selfie spot” Indonesia selalu bebas sampah!
***